Rabu, 08 Desember 2010

SEJARAH NATAL


Hari raya Natal 25 Desember yang dirayakan oleh Gereja-gereja kita berasal dari tradisi Romawi. Sebagai peristiwa inkarnasi Allah, Natal adalah hari raya lahirnya Yesus: Allah dan Manusia, di dunia. Masalahnya, tanggal kelahiran-Nya tidak dapat ditetapkan secara pasti. Selain itu, kisah kelahiran Yesus tidak populer di kalangan para penulis Alkitab, sementara kisah dan berita kematian-Nya jauh lebih populer.
Baru pada masa kemudian Uskup Agung Konstantinopel: Johannes Chrysostomus (± 347 – 407) ingin melogiskan hidup, mati, dan kebangkitan Tuhan. Jika Tuhan pernah hidup, mati dan bangkit, maka logisnya Ia pun dilahirkan. Sebab jika Kristus tidak dilahirkan, maka hidup dan mati-Nya pun tidak nyata. Demikian Chrysostomus menjelaskan alasan diadakannya perayaan kelahiran Yesus (disebut Epifania) bagi Gereja Mesir.

Lazimnya, Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember, namun menerima tanggal itu sebagai hari kelahiran Yesus adalah soal rumit. Tanggal 25 Desember semula adalah perayaan hari kelahiran Dewa Surya. Masyarakat Romawi menyambut datangnya Sang Surya tersebut dengan meriah. Oleh karena itu Gereja Roma tidak segera menerima pengalihan pesta Sang Surya itu sebagai hari kelahiran Sang Juruselamat. Pada mulanya, Gereja Roma mengadopsi perayaan tradisional masyarakat Romawi. Gereja mulai menetapkan tanggal kelahiran Yesus berdasarkan Paska Yahudi, yakni 14 Nisan. Pada masa Kristus disalib, tanggal 14 Nisan jatuh pada 25 Maret.
Sementara itu, Hippolytus (± 160 – 236) dalam “Komentar terhadap Kitab Daniel” menuliskan bahwa kelahiran Yesus jatuh pada Rabu, 25 Desember tahun ke-42 masa pemerintahan Kaisar Augustus. Sebagaimana tafsiran Hippolytus, hal itu terungkap dalam “sampai tujuh masa berlalu” (Dan 4:23). Hal 25 Desember ini terlanjur diterima saja. Memang ada pula naskah dari abad ke-10 atau ke-11 yang menuliskan bahwa Natal dirayakan baik pada tanggal 25 Desember maupun 2 April. Hari Rabu (hari keempat dalam pekan), 2 April adalah persamaan dengan 14 Nisan yang dibuat oleh Hippolytus sesuai kalender Julian. Menurut mitos Midrash dan tradisi Yahudi, dan dalam pola pikir tipologi Ishak sebagai Kristus, Ishak dilahirkan pada 14 Nisan atau 2 April itu, begitu pula Yesus.
Ibadah surya sendiri telah dikenal dalam berbagai budaya masyarakat sejak lama. Di Roma sendiri, ibadah surya telah dilakukan sejak abad pertama sebelum Masehi. Setiap tanggal 9 Agustus di bukit persembahan Quirinal di sebelah utara kota Roma diadakan ibadah Sang Surya dalam perayaan Fasti. Kaisar Augustus (ia juga dijuluki Quirinus), konon, mendirikan dua monumen (yang diimpor dari Mesir) untuk ibadah surya. Satu didirikan di Campus Martius, lainnya di Circus Maximus. Di tempat terakhir itulah, setiap tanggal 28 Agustus ketika suhu udara Italia utara dapat mencapai 36-40°C, dilangsungkan perayaan ibadah surya, tepat pada puncak temperatur di musim panas. Peribadahan surya di Roma mengalami perkembangan hingga akhir abad pertama Masehi. Perkembangan yang menonjol adalah masuknya pengaruh peribadahan Mithras, Sang Dewa Terang. Begitu melekatnya masyarakat Romawi dengan peribadahan Sol, maka muncul istilah Sol indiges atau Surya pribumi.
Kembali kepada soal tanggal kelahiran Yesus. Dalam praktiknya tanggal 2 April ditolak, sebab pengaruh Clemens dari Mesir bahwa kelahiran Yesus terjadi pada musim dingin atau sekitar akhir Desember. Kemudian tanggal 25 Maret itu dijadikan tanggal penyataan Malaikat bahwa Maria mengandung janin Yesus (Luk 1:31) atau disebut: hari raya Kabar Sukacita.
Mematok tanggal Natal berdasarkan 14 Nisan (Pascha computus, perhitungan berangkat dari tanggal Paska) menurut kalender Julian juga terlihat dalam surat Cyprianus (± 200 – ± 258) atau Pseudo-Cyprianus pada tahun 243. Tanggal kelahiran Yesus dihitung berdasarkan kisah penciptaan, Abraham, kisah keluarnya umat Israel dari Mesir, dan dihubungkan dengan Paska, dan mengaitkan angka-angka simbolis. Menurut tradisi barat waktu itu, kisah penciptaan langit dan bumi di hari pertama (Kej 1:1) jatuh pada musim semi saat equinox, yakni 25 Maret. Yesus lahir bertepatan pada penciptaan matahari sebab Ia adalah Surya Sejati (bnd Mal 4:2 “surya kebenaran”), yaitu pada hari keempat (Kej 1:14-19), yakni Rabu 28 Maret.
Sementara itu di Roma, Gereja merayakan 25 Desember sejak tahun 336, sebagaimana tercatat dalam natus Christus in Betleem Judee (tanpa masa Adven) untuk menggantikan perayaan hari kelahiran Sang Surya Tak Terkalahkan (dies natalis Solis invicti). Perayaan natale tanggal 25 Desember telah dilakukan untuk menghormati Dewa Sang Surya Syria dari Emesa pada masa pemerintahan Kaisar Aurelianus († 274). Kaisar Aurelianus membangun kuil Dewa Matahari di Kampus Agrippae-Roma. Namun ibadah Sang Surya telah ada sejak abad pertama di Roma dan tetap berjalan. Pada masa itu, banyak tentara Romawi yang bertugas ke wilayah Syria, dan para serdadu berkenalan dengan ibadah kepada Dewa Sol. Seselesai bertugas di Syria, para serdadu yang memenuhi Roma itu, tetap ingin beribadah kepada Dewa Sol. Atas izin para petinggi Syria, Kaisar Septimius Severus († 211) dan putranya Caracalla († 217) – yang memiliki hubungan baik dengan para Imam Emesa (laki-laki dan perempuan) dan kaum pejabat Syria di Roma – mengizinkan dibukanya peribadahan Sol di Roma.
Teologi tentang ibadah dan penyembahan kepada Dewa Matahari pun dibawa oleh kedua Kaisar tersebut. Pengganti Caracalla adalah seorang Kaisar muda usia dari Syria: Varius Avitus Bassianus atau lebih dikenal dengan Elagabalus (218 - 222). Elagabalus dikukuhkan sebagai Kaisar atas pilihan para tentara dan neneknya: Julia Maesa, yang adalah Imam Besar Sol Invictus. Walaupun Elagabalus bukan seorang saleh dan fanatik menyembah Sol, namun dengan pengaruhnya, ia memberlakukan peribadahan Sol invictus di Roma.
Peribadahan Sol ditetapkan sebagai agama negara. Salah satu perayaan ibadah Sol di zaman Elagabalus adalah pengorbanan anak laki-laki pada pesta raya Sang Surya di puncak musim panas (28 Agustus). Kemudian ia pun mendirikan altar penyembahan sebelum Aurelianus mendirikan kuil Sol. Tak lama setelah itu, Elagabalus tewas dibunuh oleh militer. Ia digantikan oleh Aurelianus. Hanya, peribadahan Sol yang baru ini tidak segera lenyap di masyarakat. Sehingga dengan diam-diam tetap ada peribadahan Sol Invictus Mithra secara pribadi, walaupun secara resmi ditetapkan peribadahan Sol Invictus Elagabal.

Namun persoalan sinkretisme agama, korupsi di kalangan pejabat pemerintahan, moral warga negara, dan ketidakstabilan agama yang berwibawa mulai hidup. Adalah perhatian Aurelianus untuk memberantas hal-hal tersebut dengan didirikannya kuil Sol. Sementara itu ibadah Sang Surya dipandang sebagai penyelamat dan penyatu negara Romawi. Sebagai penguat wibawanya, ia menyatakan dirinya sebagai titisan Dewa Sol: roi soleil. Selain membentuk persekutuan Imam Sol yang baru –- ini yang langsung berhubungan dengan perayaan Natal – ia pun memindahkan pesta raya Solis invicti dari musim panas (28 Agustus) ke musim gugur (Oktober) dan musim dingin (Desember) pada tahun 274. Setiap empat tahun sekali di bulan Oktober diadakan kontes atletik, dan setiap tahun pada 25 Desember diadakan parade perang, yakni pesta rakyat besar-besaran. Hingga di sini, 25 Desember dijadikan pesta raya masyarakat Romawi. Sekitar enam puluh tahun kemudian, Gereja Roma juga merayakan 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus.

Sekitar 60 tahun setelah tahun 274, Kaisar Konstantinus († 337) ingin mencengkeramkan kuasanya atas Gereja Roma. Salah satu caranya adalah dengan membiarkan agama Kristen mendapat tempat di kekaisaran Romawi, sekalipun bercampuraduk dengan peribadahan Sol. Namun – blessing in disguise – berpegang pada Edik Milano tahun 313, dapat dipastikan terbentangnya jalan mulus bagi Gereja sebagai agama resmi dalam melakukan perannya. Ketika kendali negara terhadap agama-agama mulai pudar, giliran Gereja menunjukkan otoritasnya. Di samping sebagai pembinaan iman umat dari pengaruh arianisme di Roma, jadinya perayaan Natal sebagai hari raya Gereja lebih merupakan strategi politis.

Gereja mau menguasai pesta kafir itu dengan merayakan hari kejadian (Natal = kelahiran) Kristus pada hari yang sama. Dan memproklamasikan Kristus sebagai terang baru dan satu-satunya Matahari Kebenaran, yang dinubuatkan oleh Nabi Maleakhi (bagimu akan terbit surya kebenaran [4:2]) Dengan proklamasi ini Gereja mau menobatkan penyembah-penyembah Sol Invictus.

Maka sejak tahun 336, Natal telah dirayakan oleh Gereja Roma pada tanggal 25 Desember. Jelas, tanggal tersebut bukan tanggal kelahiran Kristus yang sesungguhnya, melainkan strategi politis. Selain Maleakhi, Yohanes 8:12 “Aku adalah terang dunia” yang didasarkan dari Yohanes 1:9 “Terang yang sesungguhnya, yang mendatangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia” turut berperan memenangkan Sol Iustitiae atas Sol Invictus. Terang ini, yakni Kristus: simbol penyelamatan dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PANDUAN SINGKAT PEMBUATAN PUPUK HAYATI BONGGOL PISANG UNTUK KESUBURAN TANAH Terima kasih kepada abanganda YM Tonny Saritua Purba (Penyuluh ...