Bacaan
: Mazmur 119 : 33 – 40
Pendahuluan
Tentu kita mempunyai sesuatu hal
atau benda yang kita pandang berharga dalam hidup ini. Misalkan itu sebuah
buku. Apabila kita mempunyai sebuah buku dari penulis yang kita gemari, kita
pasti sangat menjaganya agar tidak rusak atau hilang, Isinya juga bagus
sehingga bisa saja kita mebacanya secara berulang-ulang. Isi dan gagasan dari
buku ini sedikitnya pasti mempengaruhi pola pikir, dan mungkin gaya hidup kita.
Dalam Mazmur 119 ini pemazmur menyatakan kecintaannya kepada Taurat Tuhan. Itu
baginya sebuah hal yang amat berharga, lebih berharga dari segalanya. Baginya,
semua itu adalah anugerah atau pemberian Allah yang membimbing langkahnya
sepanjang hari. Kesaksian-kesaksiannya akan kuasa Firman Tuhan dipaparkan
secara indah dalam Mazmur 119 ini. Firman Tuhan disajikan tersusun sesuai abjad
Ibrani ; setiap bagian yang terdiri dari 8 ayat, selalu diawali dengan huruf
Ibrani (22 huruf) dari bagian pertama hingga terakhir. Dan setiap ayat dalam bagiannya selalu
dimulai dengan huruf yang sama. Belajar
dari apa yang diungkapkan pemazmur ini, ada kesan bahwa Firman Tuhan itu amat
meliputi seluruh hal dalam hidupnya. Keteraturan mengungkapkanya melalui
susunan abjad Ibrani memberi arti bahwa hidup dalam lingkup Firman Tuhan pasti
akan member dampak hidup yang teratur bagi orang yang menyukainya. Agaknya,
penyusunan itu juga memberi kesan bahwa kuasa Firman Tuhan meliputi seluruh
keadaan yang di alami manusia dari A sampai Z. Setiap bagian dari
persoalan-persoalan yang dihadapinya di dunia ini telah dan akan selalu
diterangi oleh Firman Tuhan. Begitulah berharganya Firman Tuhan dalam hidupnya,
sehingga akan dijaga supaya tetap indah dan menarik.
Penjelasan
Teks
Ungkapan “berbahagialah” pada awal
Mazmur 119 (ay.1) ini mengandung tujuan dari hidup di dalam Firman Allah. Itu
bukan terjadi pada pemazmur saja, tapi terbuka untuk semua orang yang
menghidupinya. Tentu ini bukan berarti bahwa orang yang hidup dalam Firman
Tuhan adalah orang yang terlepas dari persoalan, tapi justru sebaliknya. Bila
kita secara cermat membaca Mazmur 119, akan terasa bahwa ungkapan ini muncul
ketika si pemazmur telah mengalami banyak tantangan demi tantangan dalam hidupnya.
Ada musuh yang terus mengejar dan mendesak dia untuk meninggalkan Firman Tuhan.
Ada banyak tekanan yang terus berusaha menciutkan hidupnya. Ada banyak
tawaran-tawaran dunia yang terus menerus mengganggu keakrabannya dengan Tuhan.
Seolah semua itu sedang manjanjikan kebahagiaan dalam hidupnya. Namun sikapnya
yang bertahan terus hidup dalam ajaran Tuhan (yang berisi petunjuk, ketetapan,
taurat, hukum, perkataan, kesaksian, atau perintah Tuhan) semakin meyakinkannya
bahwa ketika terus ‘diajari’ oleh Firman Tuhan, maka Tuhan sedang menjelaskan,
bukan hanya saat-saat getir yang dihadapinya, tapi Tuhan juga sedang
menjelaskan hingga akhir dari kepahitan itu sendiri bahwa akan ada kebahagiaan
di dalam Tuhan.
Pemazmur
berkata : “perlihatkanlah kepadaku, ya TUHAN..”. Dalam bahasa Inggris (KJV),
kata ini adalah ‘Teach me..’ yang berarti ‘ajari aku..’. Dalam pengertian asli
adalah ‘mengalir seperti air’. Tentu, air mengalir dari tempat yang lebih
tinggi menuju tempat yang lebih rendah. Ajaran
tentang hidup dipahami sebagai sesuatu yang dialirkan Tuhan ke bawah bagi
orang-orang yang setia melakukan petunjuk-petunjukNya. Demikianlah
pemazmur berharap supaya pengajaran yang dari atas terus mengalir ketika ia
menghadapi setiap persoalan dalam hidupnya.
Petunjuk ketetapan-ketetapan TUHAN berkaitan dengan jalan (derek) hidup memberi
peran dalam mengarahkan hidupnya ke arah kehendak Tuhan. Demikian juga tentang
taurat Tuhan, ini tidak dapat dilakukan tanpa ada pengertian yang berasal dari
Tuhan, sehingga hidupnya dapat menurut kepada petunjuk perintah-perintah Tuhan.
Di
dalam membaca, mendengarkan dan melakukan Firman Tuhan kita membutuhkan
‘pengertian’ (understanding) yang berasal dari Tuhan. Pemazmur menyadari bahwa
sember dari pengertian itu adalah Allah. FirmanNya tidak dapat dipahami hanya
oleh pengetahuan manusia saja. Memang untuk menganalisa maksud-maksudNya, Tuhan
juga telah menitipkan kepada kita pikiran. Namun itu tidak cukup. Kita butuh
‘pengertian’ dari Tuhan. Sama seperti ketika kita sudah memahami pekerjaan
orang tua kita. Mungkin kita bisa menjelaskan apa-apa saja tanggung jawab dan
peran seorang bapak atau ibu kita, namun untuk mengerti, memahami atau
merasakan apa yang sedang diharapkan oleh orang tua, kita pasti butuh
pengertian yang hanya dapat muncul apabila ada ‘hubungan’ yang terus menerus
dengan mereka. Arti yang seperti inilah yang diperlukan sesorang
sungguh-sungguh mengerti kehendak FirmanNya. Hanya dengan ini kita dapat ‘hidup
menurut petunjuk perintah-perintahNya’ (ayat 35).
Apa
yang dimohonkan pemazmur ‘condongkanlah hatiku pada peringatan-peringatanMu,
dan bukan pada laba’ sebenarnya adalah sedang membicarakan antara kekuatan dan
tawaran-tawaran yang sering melemahkan. Ada saja selalu godaan terhadap laba
yang lebih (keinginan untuk kaya tanpa perduli dengan peringatan Tuhan). Laba
(kekayaan) bukanlah hal yang salah, tapi hidup yang digerakkan oleh laba lah
yang perlu dihindari. Bisa saja kita menghalalkan segala cara ketika hati kita
sudah dikuasai oleh keinginan memiliki harta. Tidak perlu heran bila korupsi
merajalela, penindasan terjadi di mana-mana. Tentu bila hati kita selalu
dicondongkan kepada peringatanNya, maka itulah yang menjadi alat control supaya
kita tidak terjatuh oleh karena kemilau harta benda di dunia ini. Laba itu adalah
alat dalam hidup, bukan segalanya. Ketika jatuh kepada pemahaman yang keliru
terhadap laba, maka jelaslah mata kita akan terjebak melihat sesuatu yang
menurut kita indah, tapi sebenarnya itu adalah ‘hal yang hampa’. Yang kosong,
yang tidak dapat memberikan kebahagiaan sejati dalam hidup ini. Begitu beratnya
memisahkan antara hati yang condong kepada peringatan Tuhan dengan keinginan
akan laba, sehingga hanya dengan mengingat janji-janjiNya kita boleh bertahan
dalam kehendakNya. Kerinduan pemazmur adalah supaya Tuhan memberikan suatu
hidup baru, hidup yang dijalani dalam keadilan. Sebab keadilan itu hanya
mungkin terjadi apabila orang-orang mencintai keadilan Tuhan.
Renungan
Zaman
ini ditandai dengan kemajuan sangat pesat dalam berbagai hal. Bukan hanya
tekhnologinya, tapi dampak yang ditimbulkannya pun bergam-ragam. Yang semula
dipikirkan hanya sebagai alat, kemudian itu berubah menjadi kesenangan semu.
Apa yang dulu dicita-citakan membuat manusia bahagia, ternyata menjadi seuatu
yang ‘membahayakan’ hidup manusia. Di dunia internet yang serba bebas ini,
ternyata manusia juga terpengaruh untuk bebas. Semua serba bebas, serba
cepat/praktis tanpa mengingat aturan Tuhan. Aturan-aturan yang ada pun menjadi
suatu hal yang dibenci, karena dianggap membatasi ruang gerak. Apa yang
dikembangkan di dunia ini tidak cukup untuk menjadi ‘tembok’ terhadap
musuh-musuh iman. Kita perlu tetap memohon supaya ada kekuatan untuk ‘mengerti’
Firman Tuhan di setiap zaman yang kita lalui. Amen
Pdt.Aman Saud Purba
Khotbah Evanggelium Minggu 23 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar